Selasa, 06 Maret 2012

PERAN AKAL DALAM MENEMUKAN HIDAYAH ALLAH


PEMBAHASAN

A.  Perangkat Pendukung dalam ber-Akal
Kesempurnaan sebuah akal tidak lepas dari bagaimana akal harus difungsikan, karena selama pemanfaatan dalam akal tidak sesuai maka, akal tidak mampu merespon berbagai kegiatan-kegiatan positif pendukungnya, dari sekian perangkat positif pendukung dari akal adalah membaca, membaca merupakan awal dari semua aktifitas sesuai dengan wahyu pertama kali yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad adalah membaca, membaca juga merupakan awal dari pendidikan, jendela untuk memahami hazanah ilmu pengetahuan, karena membaca merupakan kewajiban bagi Muslim yang berakal dan dewasa.
Al-Qur’an telah menjadi saksi bagi nilai utama dari ilmu pengetahuan[2], ayat pertama yang diturunkan sebagai awal dari pembebasan buta huruf, peningkatan apresiasi terhadap ilmu pengetahuan, dan pengenalan tentang hakikat kebenaran dalam kehidupan umat manusia. Namun perlu di garis bawahi bahwa kegiatan membaca hendaknya diteruskan dengan perangkat pendukung akal selanjutnya yakni adanya aktifitas menulis, kerena kegitan inilah yang akan mampu merekam berbagai kegiatan kita dalam membaca, baik tekstual maupun kontekstual sehingga mampu untuk dibaca dan ditera ulang baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
Ketika manusia dilahirkan ke dunia ini, akal, termasuk juga jasmani dan rohani, masih bersifat potensi (fitrah). Ia merupakan potensi nalar, daya fikir, atau proses pikiran yang lebih tinggi yang berkenaan dengan pengetahuan, daya akal budi, kecerdasan berfikir. Sebagai potensi, ia harus ditumbuh-kembangkan, dilatih, dan dibiasakan agar mampu bekerja atau berfungsi secara maksimal dan optimal. Di sinilah pendidikan pengembangan akal mempunyai peran signifikan sebagai seni pembentukan atau rekayasa akal manusia. Proses pengembangan inilah akan mengantarkan manusia pada jalan pengetahuan yang sesungguhnya, namun dengan tetap tidak menanggalkan berbagai kekuasaan Allah sehingga keimananlah yang akan semakin memantapkan kehidupannya.
B.   Peranan Akal dalam Menemukan Hidayah Allah
Al-Qur'an merupakan firman Allah yang diturunkan sebagai hudâ(n) (petunjuk) bagi manusia agar dia mampu hidup sesuai dengan tujuan Allah menciptakannya. Agar manusia mampu memahami dan mengaplikasikan petunjuk dari al-Qur'an tersebut, maka manusia (baik individu atau kolektif) harus mengkaji, memahami, menghayati ajaran-ajaran al-Qur'an tersebut dalam hati, pikiran, jiwa, dan perilakunya pada seluruh dimensi kehidupannya.
Semua isi al-Qur'an merupakan petunjuk, karena setiap huruf, kata, ayat, dan surat mempunyai makna, baik makna bahasa (etimologis), makna istilah (terminologis), maupun makna kontekstual. Selebihnya, al-Qur'an juga memberikan petunjuk dan bimbingannya agar mampu menjalani kewajiban dan haknya sesuai dengan tata aturan dan tujuan dari penciptaan manusia oleh Allah SWT.
Mencapai hidayah Allah adalah sebagai produk dari pemahaman terhadap Al-Qur'an dan pemahaman itu ada karena mengenal dari kenal ingin mengetahui isinya dengan mempelajarinya dan akhirnya mentadaburinya. Orang yang mencapai hidayah Allah adalah indikator orang yang tadabur Al-Qur'an. Hidayah merupakan suatu peristiwa besar yang merupakan hak Allah semata, tidak seorangpun dapat memberikannya sekalipun Rasulullah SAW.[3]
Diantara berbagai macam hidayah Allah ialah Hidayah Taufiq, hidayah ini merupakan hidayah yang sangat mahal tetapi Allah berjanji kepada manusia akan memberikan hidayah-Nya kepada orang yang bersungguh-sungguh berjuang di jalan-Nya, berjuang untuk konsisten taat pada aturan-Nya di dalam mencapai tujuannya sebagai firman Allah dalam Surat Al-Ankabut :69
z`ƒÏ%©!$#ur (#rßyg»y_ $uZŠÏù öNåk¨]tƒÏöks]s9 $uZn=ç7ß 4 ¨bÎ)ur ©!$# yìyJs9 tûüÏZÅ¡ósßJø9$#  

Jadi untuk mendapatkan petunjuk Allah, manusia perlu berjuang (berjihad), dan karena itu pula perjuangan untuk mencari hidayah yang jika telah diperoleh akan mampu mempertahankan dan meningkatkan nilai kehidupan adalah bentuk perjuangan yang dinilai paling tinggi oleh Allah.
Hidayah Taufiq sendiri adalah suatu kekuatan yang Allah SWT berikan pada manusia untuk mengamalkan dengan sungguh-sungguh apa yang telah diketahuinya. Atau dengan kata lain Hidayah Taufiq adalah Hidayah Dilalah yang kita amalkan. Misalnya , " Kita sudah tahu bahwa shalat itu wajib" ini adalah hidayah Dilalah. " Dan kita pun rajin melakukan shalat" Nah inilah hidayah Taufiq. Kalau sudah tahu bahwa shalat itu wajib , tapi tidak melaksanakannya, berarti kita punya hidayah dilalah tapi tidak punya hidayah Taufiq.[4]
Cara untuk mendapat hidayah Taufiq salah satunya adalah dengan berdo'a, Bersungguh-sungguh, bergabung dengan lingkungan yang kondusif, dan memperbanyak amal sholeh. Dengan ciri-ciri, Merasakan kemudahan dalam beramal sholeh (Hatinya terbuka untuk menerima Islam, rajin beribadah dan menuntut ilmu), Bersemangat dalam mempelajari ajaran agama, Merasakan kerinduan kepada Allah, Istiqomah (Konsisten dalam melaksanakan Ibadah), Sabar menghadapi ujian.


[1] QS. At-tiin:4
[2] Dr. Moh. Roqib, M. Ag, Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: LkiS, hal 1
[3] QS.Al-Qashash. 56
[4] Ir. Muhammad 'Imaduddin 'Abdulrahim M.Sc.