Jumat, 09 Desember 2011

JURNALIS ANTARA KEBEBASAN DAN ETIKA PERS


Jurnalistik secara harfiah,  jurnalistik (journalistic) artinya kewartawanan. Kata dasarnya “jurnal” (journal), artinya laporan atau catatan, atau “jour” dalam bahasa Prancis yang berarti “hari” (day) atau “catatan harian” (diary). Dalam bahasa Belanda journalistiek artinya penyiaran catatan harian. Istilah jurnalistik erat kaitannya dengan istilah pers dan komunikasi massa. Jurnalistik adalah seperangkat atau suatu alat madia massa. Pengertian jurnalistik dari berbagai literatur dapat dikaji definisi jurnalistik yang jumlahnya begitu banyak. Namun jurnalistik mempunyai fungsi sebagai pengelolaan laporan harian yang menarik minat khalayak, mulai dari peliputan sampai penyebarannya kepada masyarakat mengenai apa saja yang terjadi di dunia. Apapun yang terjadi baik peristiwa faktual (fact) atau pendapat seseorang (opini), untuk menjadi sebuah berita kepada khalayak.
Jurnalistik adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaporan setiap hari. Jadi jurnalistik bukan pers, bukan media massa. Menurut kamus, jurnalistik diartikan sebagai kegiatan untuk menyiapkan, mengedit, dan menulis surat kabar, majalah, atau berkala lainnya. Sedangkan yang akan dibahas pada permasalahan ini adalah dari sisi orang yang bergelut didalamnya atau yang lebih dikenal dengan jurnalis, kata jurnalis sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah orang yang pekerjaannya menulis dan mengumpulkan berita dan semacamnya, yang tidak lain dengan tujuan agar memberikan daya rangsang pada diri sendiri dan orang lain baik dalam hal tindakan maupun ucapan. Untuk lebih jelasnya sebagai berikut
A.    Pengertian kebebasan Pers
Kebebasan pers yang dalam bahasa Inggris: freedom of the press adalah hak yang diberikan oleh konstitusional atau perlindungan hukum yang berkaitan dengan media dan bahan-bahan yang dipublikasikan seperti menyebarluaskan, pencetakan dan penerbitkan surat kabar, majalah, buku atau dalam material lainnya tanpa adanya campur tangan atau perlakuan sensor dari pemerintah.
Kebebasan pers merupakan perwujudan dari kebebasan mengeluarkan pendapat dan kebebesan untuk menceritakan suatu peristiwa. Atau, kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan pikiran, dengan cara menyampaikan suatu informasi kepada massa, dalam semua kondisi. Kode etik jurnalistik mendefinisikan kebebasan pers sebagai kebebasan seseorang untuk menulis apa yang dia mau dan menyebarluaskannya melalui Koran , buku, atau media cetak lain, untuk dikonsumsi secara umum.
Kenyataannya, ada semacam kesepakatan dari para perumus undang-undang bahwa inti dari kebebasan mengeluarkan pendapat dan mengungkapkan suatu peristiwa adalah diperbolehkannya seseorang menampilkan pendapatnya secara terang-terangan serta mengungkapkan pemikirannya tanpa adanya ikatan.
Kebabasan pers adalah harapan kita untuk melanjutkan idealisme pers bebas yang memiliki tujuan pendidikan. Undang-undang pers yang berlaku sekarang menjamin kebebasan atau kemerdekaan pers, menghapus sistem lisensi berupa perizinan untuk membatasi kebabasan pers, dan meniadakan kekuasaan pemerintah untuk melarang terbitan pers. Wartawan memiliki hak tolak, selain kebebasan untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan serta inforamasi.

B.     Kode Etik Jurnalistik
Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggungjawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.

C.     Kebebasan Pers dari Sudut Pandang Islam
Kebebasan pers mencakup kebebasan berpikir, kebebasasan berbicara, dan kebebasan mengungkapkan sesuatu. Pengungkapan suatu peristiwa, atau pendapat bisa diekspresikan melalui lisan, pena, atau tindakan (action). Diantara tujaun jurnalistik adalah mentranfer, dalam bentuk informasi, tentang perilaku, perasaan dan pikiran manusia. Adanya kebebasan berbicara tersebut terjadi setelah kebebasan berpikir terjamin. Karena itu, tatkala membicarakan kebebasan pers dalam Islam, kita perlu membicarakan tentang kebebasan berpikir dan kebebasan mengeluarkan pendapat (mengekspresikan pendapat dan kritik), menurut perspektif Islam.
Islam menjamin kebebasan berpikir secara konkrit dan nyata. Karena kebebasan ini diatur oleh akhlak dan diawasi setiap saat oleh pantauan Allah SWT. Lebih dari itu, dalam Islam berpikir, melakukan riset dan penelitian di anjurkan dan merupakan suatu ibadah dan metode yang sah untuk mencapai keimanan kepada Allah. Juga mengungkap keagungan kekuasaan dan ciptaanNya.
Karena Islam menolak setiap klaim yang tidak berdasar pada dalil dab bukti, maka berpikir, tadabbur, meneliti dan mengkaji merupakan kewajiban seluruh umat manusia. Allah berfirman dalam surah An-Naml ayat 64:
`¨Br& (#ätyö7tƒ t,ù=sƒø:$# ¢OèO ¼çnßÏèム`tBur /ä3è%ãötƒ z`ÏiB Ïä!$yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur 3 ×m»s9Ïär& yì¨B «!$# 4 ö@è% (#qè?$yd öNä3uZ»ydöç/ bÎ) óOçFZä. šúüÏ%Ï»|¹ ÇÏÍÈ  

Atau siapakah yang menciptakan (manusia dari permulaannya), Kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang memberikan rezki kepadamu dari langit dan bumi? apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)?. Katakanlah: “Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar”. (Q.S An-Naml:64)

Islam juga mewajibkan kepada kaum muslimin untuk mengekpresikan pendapatnya dan melakukan kritik terhadap kesalahan yang terjadi. Ketika hak dirampas, kebenaran diabaikan, dan makin nampak saja penyimpangan di tengah masyarakat, individu muslim tanpa terkecuali, wajib mengambil langkah tegas dan aktif dalam memeranginya. Inilah konsep amar makruf nahi mungkar yang dikenal dalam Islam.
Seorang wartawan juga dituntut untuk melakukan amar makruh nahi mungkar, pemberitaan tentang suatu kejadian yang dinilai sebagai bentuk kemungkaran, harus didasari oleh niat dan misi ber-amar makruh nahi mungkar (melarang kemungkaran), dengan menggunakan metode dan proses tertentu. Begitu pula sebaliknya, jika kejadian tersebut dinilai sebagai bentuk makruf (kebaikan) yang ditinggalkan atau tidak diindahkan masyarakat. Semua usaha ini, bagi seluruh individu muslim, baik wartawan maupn bukan, merupakan kewajiban dan tanggung jawab, bukan sekedar anjuran atau hak belaka
Kebebasan pers menurut pandangan Islam bukan bebas tanpa batasan tetapi harus sesuai dengan asas atau norma yang berlaku jangan sampai pers tersebut menyimpang dari azas atau norma tersebut. Sekarang ini kita liat realitanya banyak pers yang menyimpang dari ajaran-ajaran norma yang berlaku misalnya maraknya pers majalah yang bersifat negatif porno aksi, hal tersebut menyimpang dari ajaran agama Islam.
Adapun norma dalam kebebasan pers sebagai berikut:
1.      Bebas dan bertanggung jawab
Seorang wartawan harus bebas dari tekanan orang lain dalam mencari dan mengumpulkan serta menyampaikan pendapatnya melaului media. Dalam mendapatkan dan menyampaikan kebenaran tersebutlah wartawan harus memiliki kebebasan. Tidak seorang pun bisa menghalangi selama sesuai dengan koridor dan etika dalam Islam.
Setiap jiwa memang tidak pernah diberi tugas dan tanggung jawab di luar kemampuannya. Namun apa yang ia kerjakan akan dipertanggungjawabkan tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang diusahakannya
2.      Kejujuran Komunikasi
Dalam Alquran, jujur itu identik dengan amanah, yaitu kepercayaan yang lebih berkonotasi kepada kepercayaan kepada Tuhan. Komunikator dituntut untuk menjaga amanah, tidak menyampaikan hal-hal yang tidak diketahui, tidak bertentangan antara ucapan dan perbuatan, serta mempertimbangkan kewajaran dan kelayakan suatu informasi untuk disiarkan.
3.      Adil, Tidak Memihak
Dalam praktek jurnalistik berlaku prinsip etis adil dan berimbang. Artinya tulisan atau suatu berita harus disajikan secara tidak memihak. Belaku adil adalah ajaran Islam, kata al-adl dalam istilah Islam berarti memberikan sesuatu yang menjadi hak seseorang, atau mengambil sesuatu dari seseorang yang menjadi kewajibannya.
Khusus dalam menyebarkan informasi kepada publik seorang insan pers tidak boleh memberi pengaruh terhadap rasa sayang atau rasa benci kepada seseorang atau golongan, sehingga informasi yang disampaikan dalam media massa tidak memenuhi etika keadilan atau azas berimbang.
4.      Keakuratan Informasi
Keakuratan informasi dalam komunikasi massa atau bagi seorang wartawan bisa dilihat dari sejauh mana informasi tersebut telah diteliti dengan cermat dan seksama, sehingga informasi yang disajikan telah mencapai ketepatan. Menyampaikan informasi secara tepat merupakan landasan pokok untuk tudak mengakibatkan masyarakat pembaca, pendengar, pemirsa mengalami kesalahan.
5.      Kritik Kontruktif
Salah satu etika komunikasi massa adalah melakukan kritk yang membangun terhadap hal-hal yang berjalan tidak menurut semestinya, baik di lihat dari sudut undang-undang yang berlaku maupun menurut etika dan norma yang hidup di tengah masyarakat lingkungannya.
 Kritik konstruktif dalam komunikasi massa, kritik yang dimaksudkan untuk pembangunan, bukan untuk menjatuhkan seseorang atau institusi lain.

D.   Etika Jurnalis

Untuk mendapatkan informasi atau berita, maka ini adalah tugas seorang wartawan (jurnalis). Kegiatan jurnalistik, telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Surat ajakan masuk Islam kepada Kaisar Persia, merupakan suatu kegiatan jurnalistik, lebih dari itu pembukuan al-Quran yang kita kenal dengan mushaf dalam perspektif jurnalistik, al-Quran adalah karya jurnalistik juga, yakni diformat dalam buku yang isinya firman-firman Allah SWT. Demikian pula, termasuk karya jurnalistik adalah kitab-kitab kumpulan hadis seperti Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, dan sebagainya. Semua kegiatan ini adalah profesi seorang wartawan (jurnalis).
Profesi sebagai wartawan (jurnalis) dalam masyarakat sangatlah penting, sama pentingnya dengan peran yang dimainkan oleh para ilmuwan, cendikiawan dan para ulama. Seorang wartawan harus memberikan informasi yang akurat, lengkap, jelas, jujur serta aktual, dan juga dapat memberikan prediksi serta petunjuk ke arah perubahan dan transformasi. Selain itu wartawan pula harus mempertanggungjawabkan berita yang didapatkannya. Meskipun pekerja jurnalistik memiliki kebebasan, namun tidak dapat terlepas dari tanggungjawab.
Oleh karena itu yang dibutuhkan seorang wartawan adalah kejujuran. Kejujuran dalam mengumpulkan data, mengola dan menyajikan berita, sehingga wartawan harus memahami tentang etika dalam jurnalistik.
Seorang wartawan yang melebih-lebihkan sebuah berita dengan maksud untuk membuat berita itu lebih heboh dan sensasional merupakan pelanggaran etis. Wartawan yang dengan mudah tergoda untuk memperuncing fakta-fakta dengan menghilangkan sebahagian berita, menfokuskan suatu detail yang kecil tetapi menyentil, atau dengan memancing kutipan-kutipan yang provokatif, yang tujuannya bukanlah untuk mengatakan suatu kebenaran melainkan untuk menarik perhatian. Wartawan seperti inilah yang melanggar etika dalam jurnalistik.
Kebebasan pers menurut pandangan Islam bukan bebas tanpa batasan tetapi harus sesuai dengan asas atau norma yang berlaku jangan sampai pers tersebut menyimpang dari azas atau norma tersebut. Para pengelola komunikasi massa secara mutlak harus berpedoman dan bertumpu kepada etika Islami atau akhlak sebagai yang dituntun dan dituntut oleh Alquran dan Hadis. Pokok-pokok etika Islam dalam komunikasi massa adalah:
Pertama, Setiap pers harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, artinya tidak ada satu perbuatanpun terbebas dari aspek pertanggung jawaban meskipun dalam praktiknya, mereka mempunyai kebebasan, namun tidak bisa lepas dari tanggungjawab. Kedua, Setiap pers harus bersifat jujur dan jernih dalam menyajikan informasi kepada masyarakat, tidak boleh mendustakan data dan fakta dalam tulisan dan laporan, baik melalui media cetak atau elektronik. Ketiga, Pengelola komunikasi massa harus bersifat hati-hati dalam menyerap informasi untuk selanjutnya disebarluaskan kepada masyarakat secara hati-hati pula. Keempat Pers melakukan kritik terhadap hal-hal yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku tetapi melakukannya dengan cara yang etis, tidak menyiarkan kritik secara kasar.

1 komentar: